Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah merahmati kita semua- telah  menjadi ketetapan dari Allah Azza wa Jalla bahwa setiap manusia pasti  pernah mengalami sakit dan musibah selama hidupnya. Allah Subhanahu Wa  Ta’ala berfirman :
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu  dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan  buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang  sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka  mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang  mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan  mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh :  155-157).
Sakit dan musibah yang menimpa seorang mukmin mengandung hikmah yang merupakan rahmat dari Allah Ta’ala.
Imam  Ibnul Qayyim berkata : “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang  terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan  hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita terlalu  sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan  ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari.  Dan inipun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar  gambaran ini”. (Syifa-ul Alil fi Masail Qadha wal Qadar wa Hikmah wa  Ta’lil hal 452).
Dalam menyikapi sakit dan musibah tersebut, berikut ini ada beberapa prinsip yang harus menjadi pegangan seorang muslim :
1. Sakit dan Musibah adalah Takdir Allah swt.
Allah Azza wa Jalla Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Tiada  suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu  sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami  menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi  Allah”. (QS. Al-Hadid : 22).
“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang melainkan dengan izin Allah” (QS. At-Taghaabun : 11).
Rasulullah  shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah Subhanahu wa Ta’ala  telah menetapkan semua takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu  tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi”. (HR. Muslim no. 2653).
2. Sakit dan Musibah Adalah Penghapus Dosa
Ini  adalah hikmah terpenting sebab diturunkannya sakit dan musibah. Dan  hikmah ini sayangnya tidak banyak diketahui oleh saudara-saudara kita  yang tertimpa musibah.
Acapkali kita mendengar manusia ketika  ditimpa sakit dan musibah malah mencaci maki, berkeluh kesah, bahkan  yang lebih parah meratapi nasib dan berburuk sangka dengan takdir Allah.  Nauzubillah, kita berlindung kepada Allah dari perbuatan semacam itu.  Padahal apabila mereka mengetahui hikmah dibalik semua itu, maka -insya  Allah- sakit dan musibah terasa ringan disebabkan banyaknya rahmat dan  kasih sayang dari Allah Ta’ala.
Hikmah dibalik sakit dan musibah diterangkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda:
“Tidaklah  seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah  akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan  daun-daunnya”.
(HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571).
“Tidaklah  seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan,  gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah  akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya”. (HR. Bukhari  no. 5641).
“Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus  menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai  kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengan  dosa-dosanya”. (HR. Muslim no. 2573).
“Bencana senantiasa menimpa  orang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya dan hartanya, sehingga  ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada  dirinya”.
(HR. Tirmidzi no. 2399, Ahmad II/450, Al-Hakim I/346 dan  IV/314, Ibnu Hibban no. 697, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab  Mawaaridizh Zham-aan no. 576).
“Sesungguhnya Allah benar-benar akan menguji hamba-Nya dengan penyakit, sehingga ia menghapuskan setiap dosa darinya”.
(HR. Al-Hakim I/348, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Shohih Jami’is Shoghir no.1870).
“Tidaklah  seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, melainkan  ditetapkan baginya dengan sebab itu satu derajat dan dihapuskan pula  satu kesalahan darinya”. (HR. Muslim no. 2572).
“Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api neraka”.
(HR. Al-Bazzar, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash Shohihah no. 1821).
“Janganlah  kamu mencaci-maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit  itu) Allah akan menghapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api  menghilangkan kotoran-kotoran besi”. (HR. Muslim no. 2575).
Walaupun demikian, apabila seorang mukmin ditimpa suatu penyakit tidaklah meniadakan usaha (ikhtiar) untuk berobat.
Rasulullah  shallalllahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah tidak menurunkan  penyakit melainkan pasti menurunkan obatnya”. (HR. Bukhari no. 5678).
Dan  yang perlu diperhatikan dalam berobat ini adalah menghindarkan dari  cara-cara yang dilarang agama seperti mendatangi dukun, paranormal,  ‘orang pintar’, dan sebangsanya yang acapkali dikemas dengan label  ‘pengobatan alternatif’. Selain itu dalam berobat juga tidak  diperbolehkan memakai benda-benda yang haram seperti darah, khamr,  bangkai dan sebagainya karena telah ada larangannya dari Rasulullah  shallalllahu alaihi wa sallam yang bersabda :
“Sesungguhnya Allah  menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah dan janganlah berobat  dengan yang haram”. (HR. Ad Daulabi dalam al-Kuna, dihasankan oleh  Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash- Shohihah no. 1633).
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada apa-apa yang haram”.
(HR. Abu Ya’la dan Ibnu Hibban no. 1397. Dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitab Mawaaridizh Zham-aan no. 1172).
“Sesungguhnya  Allah tidak menjadikan kesembuhan penyakit kalian pada apa-apa yang  diharamkan atas kalian”. (HR. Bukhari, di-maushulkan ath-Thabrani dalam  Mu’jam al Kabiir, berkata Ibnu Hajar : ‘sanadnya shohih’, Fathul Baari :  X/78-79).
3. Wajib Bersabar dan Ridho Apabila Ditimpa Sakit dan Musibah
Apabila  sakit dan musibah telah menimpa, maka seorang mukmin haruslah sabar dan  ridho terhadap takdir Allah Azza wa Jalla, dan harapkanlah pahala serta  dihapuskannya dosa-dosanya sebagai ganjaran dari musibah yang  menimpanya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan  berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu)  orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna  lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat  keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah  orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).
Dalam beberapa hadis Qudsi Allah Azza wa Jalla berfirman :
“Wahai  anak Adam, jika engkau sabar dan mencari keredhan pada saat musibah  yang pertama, maka Aku tidak meredhai pahalamu melainkan surga”.
(HR. Ibnu Majah no.1597, dihasankan oleh Syeikh Albani dalam Shohih Ibnu Majah : I/266).
Maksud  hadis diatas yakni apabila seorang hamba redha dengan musibah yang  menimpanya maka Allah ridho memberikan pahala kepadanya dengan surga.
“Jika  anak seorang hamba meninggal dunia, maka Allah akan berkata kepada  malaikat-Nya : ‘Apakah kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?.
Para Malaikat menjawab : ‘Ya, benar’.
Lalu Dia bertanya lagi : ‘Apakah kalian mengambil buah hatinya?’.
Malaikat menjawab : ‘Ya’.
Kemudian Dia berkata : ‘Apa yang dikatakan oleh hamba-Ku itu?’.
Malaikat menjawab ‘Ia memanjatkan pujian kepada-Mu dan mengucapkan kalimat istirja’ (Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’un).
Allah  Azza wa Jalla berfirman : ‘Bangunkan untuk hamba-Ku sebuah rumah di  surga dan namai dengan (nama) Baitul Hamd (rumah pujian)’.” (HR Tirmidzi  no.1021, dihasankan Syeikh Albani dalam Shohih Sunan Tirmidzi no. 814)
“Tidaklah  ada suatu balasan (yang lebih pantas) di sisi-Ku bagi hamba-Ku yang  beriman jika Aku telah mencabut nyawa kesayangannya dari penduduk dunia  kemudian ia bersabar atas kehilangan orang kesayangannya itu melainkan  surga”. (HR. Bukhari).
“Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung  berfirman : ‘Jika Aku menguji hamba-Ku dengan dua hal yang dicintainya  (yakni menjadikan seorang hamba kehilangan dua penglihatannya/buta) lalu  ia bersabar maka Aku akan menggantikan keduanya dengan surga”. (HR.  Bukhari).
Rasulullah shollallahu alaihi wa sallam bersabda :  “Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung besarnya ujian. Dan  sesungguhnya jika Allah menyukai suatu kaum, maka Dia akan menguji  mereka. Barangsiapa yang redha maka baginya keredhan, dan barangsiapa  yang murka maka baginya kemurkaan”. (HR. Tirmidzi no. 2396, Ibnu Majah  no. 4031, dihasankan Syeikh Albani dalam Shohih Sunan Tirmidzi II/286).
Hikmah  lainnya dari sakit dan musibah adalah menyadarkan seorang hamba yang  tadinya lalai dan jauh dari mengingat Allah -karena tertipu oleh  kesihatan badan dan sibuk mengurus harta- untuk kembali mengingat  RabbNya. Karena jika Allah mencubanya dengan suatu penyakit atau musibah  barulah ia merasakan kehinaan, kelemahan, teringat akan dosa-dosa, dan  ketidakmampuannya di hadapan Allah Ta’ala, sehingga ia kembali kepada  Allah dengan penyesalan, kepasrahan, memohon ampunan dan berdoa  kepada-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Dan  sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat  sebelummu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan  dan kemelaratan supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk  merendahkan diri”. (QS. Al-An’aam : 42).
Sakit dan musibah  merupakan pintu yang akan membukakan kesadaran seorang hamba bahwasanya  ia sangat membutuhkan Allah Azza wa Jalla. Tidak sesaatpun melainkan ia  butuh kepada-Nya, sehingga ia akan selalu tergantung kepada RabbNya. Dan  pada akhirnya ia akan senantiasa mengikhlaskan dan menyerahkan segala  bentuk ibadah, doa, hidup dan matinya, hanyalah kepada Allah Subhanahu  wa Ta’ala semata
No comments:
Post a Comment